Larang UAS Datang, Independensi Akademik UGM Dipertanyakan

Universitas Gadjah Mada melarang Masjid Kampus mengundang Abdul Somad (UAS). Larangan itu disayangkan, karena UAS datang dalam acara ilmiah, bukan sebagai penceramah kondang.
J=Yogyakarta, CakrabuananNews – Keputusan Rektorat UGM melarang masjid kampus mengundang Abdul Somad (biasa disebut UAS) dikritisi oleh pengurus Masjid Kampus. Larangan menghadirkan UAS dalam program Kajian Profetik dianggap tidak demokratis, dan tidak sesuai dengan prinsip kebebasan akademik. Mashuri Maschab, Ketua Takmis Masjid Kampus UGM menyampaikan itu sebagaiaman dirilis VOA ketika ditemui di rumahnya, Rabu malam.
“Yang namanya demokrasi itu, bukan tanpa batas. UGM harus jelas menjaga norma itu. Dan harus dirumuskan bersama, tidak boleh kemudian tanpa dasar, karena dibisiki orang, didesak-desak, kadang boleh, kadang tidak. Demokrasi itu menuntut tanggung jawab, menuntut toleransi. Bukannya tanpa batas. Ada aturan main yang harus dihormati. UGM mestinya merumuskan, harus jelas. Jangan insidental, tergantung situasi dan orang perorang. Itu bukan demokrasi namanya,” kata Mashuri.
Larangan itu sendiri disampaikan Humas UGM, Iva
Ariyani melalui aplikasi pesan pada Rabu siang (9/10).
“Berkaitan dengan acara yang rencananya akan diselenggarakan
tanggal 12 Oktober 2019, maka pimpinan universitas meminta agar acara tersebut
dibatalkan,” kata Iva.
Iva beralasan, permintaan pembatalan itu dilakukan untuk menjaga
keselarasan kegiatan akademik dan kegiatan non akademik dengan jati diri UGM.
Keselarasan yang dimaksud adalah keterkaitan antara acara dan pembicaranya,
dalam hal ini Abdul Somad. Iva menambahkan, bisa saja suatu saat UGM mengundang
Abdul Somad, dalam acara dan suasana yang lebih tepat. Namun tidak ada
penjelasan lebih lanjut, apa yang dimaksud dengan acara dan suasana yang lebih
tepat itu.
Iva Ariyani tidak berbicara lebih jauh mengenai hal ini. Permintaan keterangan
lebih lanjut yang disampaikan VOA, tidak memperoleh jawaban.
Nama Sultan dan Mensesneg Ikut
Disebut
Mashuri Maschab tegas mengatakan Takmir Masjid Kampus tidak akan melakukan
pembatalan acara. UGM secara resmi diminta mengirim surat ke Abdul Somad
terkait penolakan itu. Jika pun kemudian Abdul Somad memutuskan untuk tidak
datang, maka dasarnya adalah surat penolakan dari Rektorat UGM.
Hari Rabu pagi, Takmir Masjid Kampus diundang rektorat, dan
ditemui dua wakil rektor. Dalam pertemuan itu, rektorat meminta takmir
membatalkan acara. Secara tegas Mashuri menolak permintaan itu. Dia beralasan,
takmir berposisi sebagai pengundang yang harus konsisten dengan undangan
tersebut. Jika Rektor UGM ingin menggagalkan acara, maka keputusan harus
dilakukan oleh pihak kampus dengan surat resmi.
Dalam pertemuan itu, kata Mashuri, Djagal Wiseso Marsono selaku wakil rektor
menyebut permintaan pembatalan datang dari berbagai pihak. Selain alumni,
nama-nama yang disebut Djagal adalah Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X
dan Menteri Sekretaris Negara, Pratikno.
“Dia sebut nama Dik Tik sewaktu mengatakan soal desakan pembatalan itu. Nama
Sultan juga disebut-sebut. Tapi saya tidak percaya, masa Sultan ngurusi hal
remeh-temeh seperti ini,” kata Mashuri.
Dik Tik yang disebut Mashuri adalah Mensesneg Pratikno, yang merupakan adik
atau yuniornya sebagai pengajar di Fisipol UGM.
Acara
Ilmiah Bukan Pengajian
Yang
disayangkan panitia, rektorat UGM tidak melakukan dialog mendalam terlebih
dahulu sebelum memutuskan untuk melarang acara tersebut. Kedatangan UAS ke
Masjid Kampus digagas oleh Pusat Kajian dan Riset Epistemologi Profetik.
Lembaga di bawah takmir ini rutin menghadirkan diskusi akademis, khusus mencari
keterkaitan antara Islam dan dunia sains.
Najmi Wahyu ghifary, dari pusat kajian ini mengatakan, mereka prihatin karena
UGM membangun pelarangan ini dengan argumen yang tidak kuat.
“Yang dihidupkan adalah sentimen, padahal kami
ingin membangun argumen ke masyarakat. Kita tidak bisa di era sekarang
sedikit-sedikit melakukan labelling tanpa
membuktikan. Kami juga mengemas UAS hardir di sini bukan sebagai penceramah
kondang, yang tertawa tawa dan jemaahnya juga penuh tawa,” kata Najmi.
Kajian semacam ini sudah diselenggarakan rutin sejak tahun
2017. Meski diselenggarakan di masjid, seluruh tema yang dibicarakan ada dalam
kultur akademis.
“UAS hadir di sini sebagai akademisi, dan beliau sekarang
sedang menyelesaikan studi doktoral di Sudan, itu nilai tambah. Seharusnya di
dunia akademik, tidak ada istilah pikiran itu dilarang. Itu yang kami
sayangkan,” tambah Najmi.
Oleh karena itu acara tidak dilabeli sebagai pengajian atau tabligh akbar. UAS juga dibatasi pembicaraannya oleh panitia sejak awal. Panitia bahkan berharap, yang datang sebagian besar adalah warga kampus sendiri, untuk menjaga tema diskusi.
Beberapa tema yang pernah dibahas dalam kajian ini antara lain adalah Profetisme Mengawal Kebudayaan Kita, Titik Temu Profetisme dengan Teori-Teori Postmarxis, Filsafat Positivisme, Kisah Adam dalam Teori Evolusi, Urban Sufisme, hingga Science Delusion.
“Kita sangat banyak diskusinya. Temanya sangat luas. Tema intinya adalah terkait integrasi sain dan Islam. Kita juga bahas tema-tema yang mungkin di kalangan aktivis muslim dianggap agak sedikit nakal, seperti postmarxis itu,” tambah Najmi. (VOA)